Rabu, 01 Juni 2011

Kebebasan dalam Etika Profesi

Kewajiban mengandaikan kebebasan

Etika dan moralitas manusia bersangkut paut dengan peraturan.  Karena adanya peraturan­-peraturan itu hanya akan masuk akal karena manusia memiliki kebebasan. Binatang tidak mengenal faham kewajiban dan tidak dapat dianggap bertanggung jawab, karena tidak memiliki kebebasan. Apa yang dilakukan ditentukan oleh insting dan kecondongan-kecondongan alamiah lainnya. Dalam semua situasi dan terhadap segala perangsang binatang selalu bere­aksi menurut pola instingtualnva. Maka kelakuannya dapat diramalkan se­belumnya. Sedangkan perangkat instingtual manusia bersifat lemah dan terbuka. Dalam kebanyakan situasinya insting tidak dapat membimbingnya.

Sebagai makhluk yang berakal budi manusia mempunyai pengertian. Pengertian itu berarti bahwa manusia memahami adanya alternatif-alternatif untuk bertindak. Itulah sebabnya manusia bebas. Manusia dapat memilih berbuat ini atau itu. Dan hanya karena bebas, manusia dapat dibebani kewajiban.

Apabila kita mendengar kata kebebasan, bahwa orang lain tidak memaksa kita untuk melakukan sesuatu melawan kehendak kita. Atau bahwa kita dibebaskan dari tahanan, atau bebas pulang dari fakultas karena kuliah tidak jadi diberikan, atau bahwa kita beban pajak. Kita bebas apabila masyarakat tidak menghalang-halangi kita dari berbuat apa yang ingin kita lakukan sendiri.

Tetapi kata bebas masih mempunyai arti yang lebih mendasar, yaitu bahwa kita mampu untuk menentukan sendiri; berbeda dengan binatang, apa yang mau kita lakukan. Jadi bahwa kita dapat menentukan tindakan kita sendiri. Hanya karena kita mempunyai kemampuan itu, kebebasan yang kita terima dari masyarakat begitu kita hargai.

Kita harus membedakan dua arti kata kebe­basan itu. Yang pertama, kebebasan yang kita terima dari orang lain( kebebasan sosial). Sedangkan kebebasan dalam arti kemam­puan kita untuk menentukan tindakan kita sendiri saya sebut kebebasan ek­sistensial.


Kebebasan eksistensial
Kebebasan eksistensial pada hakikatnya terdiri dalam kemampuan manusia untuk menentukan dirinya sendiri. Sifatnya positif. Artinya, kebe­basan itu tidak menekankan segi bebas dari apa, melainkan bebas untuk apa, Kita sanggup untuk menentukan tindakan kita sendiri. Kebebasan itu mendapat wujudnya yang positif dalam tindakan kita yang disengaja. Tidak setiap kegiatan manusia merupakan tindakan. Dentuman jan­tung dan pernafasan bukanlah tindakan karena berjalan tanpa disengaja. Tindakan adalah kegiatan yang disengaja. Tindakan dilakukan_dengan maksud dan tujuan tertentu, dengan kesadaran bahwa tergantung pada kita, apakah kegiatan itu kita lakukan atau tidak.

Kebebasan jasmani dan rohani
Kebebasan bagi manusia berarti dapat menentukan apa yang mau dilaku­kannya secara fisik, dapat menggerakkan anggota tubuhnya sesuai dengan kehendaknya, tentu dalam batas-batas kodratnya sebagai manu­sia. Jadi kemampuan untuk menggerakkan tubuhnya memang tidak tak terbatas. Kebebasan manusia bukan sesuatu yang abstrak, melainkan kon­kret, sesuai dengan sifat kemanusiaannya. Meskipun dapat menggerakkan tangannya ke atas dan ke bawah dengan kecepatan tinggi, tetap tidak akan bisa terbang seperti burung. Keterbatasan itu bukan sebagai pengekangan kebebasan kita, melainkan sebagai wujud khas kebebasan kita sebagai manusia.

Yang memang mengekang kebebasan kita adalah paksaan. Karena tu­buh kita berada di bawah hukum-hukum aNm, kebebasan untuk rneng­gerakkan tubuh kita dapat dikurangi atau dihilangkan oleh kekuatan fisik yang lebih kuat. Itu yang kita sebut paksaan. Paksaan berarti bahwa orang lain memakai kekuatan fisik yang lebih besar daripada kekuatan kita untuk menaklukkan kita. Kita dicegah dari berbuat apa yang kita kehendaki.

Kebebasan rohani adalah kemampuan kita untuk menentukan sendiri apa yang kita fikirkan, untuk menghendaki sesuatu, untuk bertindak secara terencana. Kebebasan rohani bersumber pada akal budi kita. Karena akal budi itu, fikiran kita melampaui keterbatasan fisik kita. Dalam roh kita bebas untuk mengembara. Maka manusia dapat selalu memasang tujuan-tujuan baru, mencari jalan-jalan baru dan mempersoal­kan yang lama secara kritis. Kebebasan rohani manusia adalah seluas jang­kauan fikiran dan bayangan manusia.

Antara kebebasan jasmani dan rohani terdapat hubungan yang sangat erat. Dapat dikatakan bahwa tindakan adalah suatu kehendak yang menjel­ma dan menjadi nyata, dan kehendak adalah permulaan tindakan. Meng­hendaki gerakan tubuh berarti rnelaksanakannya. Misalnya satu-satunya cara untuk menghendaki mau menggerakkan tangan adalah menggerak­kannya.

Jadi kebebasan eksistensial adalah kemampuan manusia untuk menen­tukan tindakannya sendiri. Kemampuan itu bersumber pada kemampuan manusia untuk berfikir dan berkehendak dan terwujud dalam tindakan.

Maka kebebasan adalah tanda dan ungkapan martabat manusia. Kare­na kebebasannya manusia adalah makhluk yang otonom, yang menentukan diri sendiri, yang dapat mengambil sikapnya sendiri. Itulah sebabnya ke­bebasan berarti banyak bagi kita. Setiap pemaksaan kita rasakan sebagai sesuatu yang tidak hanya buruk dan menyakitkan, melainkan juga menghina. Dan memang demikian: memaksakan sesuatu pada orang lain berarti mengabaikan martabatnya sebagai manusia yang sanggup untuk mengambil sikapnya sendiri. Kebebasan adalah mahkota martabat kita sebagai manusia.


Kebebasan sosial
Jadi hakikat kebebasan terletak dalam kemampuan kita untuk menen­tukan diri kita sendiri. Kebebasan itu disebut eksistensial karena merupa­kan sesuatu yang menyatu dengan manusia, artinya termasuk eksistensinya sebagai manusia. Kebebasan itu termasuk kemanusiaan kita. Sebagai manusia kita bebas. Dalam filsafat - dengan mengikuti gaya bicara Martin Heidegger (1889-1976) : “sifat yang begitu saja termasuk realitas kita, di­sebut eksistensial.

Itulah sebabnya mengapa kebebasan biasanya kita hayati dalam hu­bungan dengan orang lain. Kebebasan dalam arti kemampuan untuk me­nentukan diri kita sendiri sedemikian kita andaikan hingga tidak banyak kita fikirkan. Yang menjadi keprihatinan kita ialah membela kebebasan kita terhadap usaha orang lain untuk menggerogotinya. Maka dalam baha­sa sehari-hari kebebasan difahami sebagai realitas negatif: keadaan di mana kemungkinan kita untuk menentukan tindakan kita sendiri tidak dibatasi oleh orang lain. (Jadi "negatif" bukan sebagai penilaian, melainkan dalam anti logika: untuk menjelaskan apa itu kebebasan sosial).

Pembatasan itu tidak akan kita sebut perampasan kebebasan karena termasuk kodrat kita sebagai makhluk alamiah. Memang tidak dapat disangkal bahwa banyak orang mempunyai moti­vasi untuk mengurangi kebebasan kita, artinya untuk berkuasa atas kita. Berhadapan dengan ancaman itu kita menjadi sedemikian radar akan nilai kemampuan untuk menentukan diri kita sendiri, sehingga keadaan di mana kita tidak berada di bawah paksaan atau penentuan orang lain kita beri nama kebebasan. Jadi kebebasan sosial adalah keadaan di mana kemung­kinan kita untuk bertindak tidak dibatasi dengan sengaja oleh orang lain.


Batasan Kebebasan
Ada tiga cara unruk membatasi kebebasan seseorang. Dua cara pertama meng­ikuti dua dimensi kebebasan eksistensial, yaitu kebebasan jasmani dan ke­bebasan rohani. Kebebasan jasmani dibatasi dengan paksaan. Artinya, orang lain da­pat memakai kekuatan fisik untuk membuat kita tidak berdaya. Pembatasan kebebasan sosial ketiga ialah kebebasan normatif, yaitu melalui perintah dan larangan.

·      kebebasan jasmani, terbebas / tidak berada di bawah paksaan.
·      Kebebasun rohani, apabila bebas dari tekanan psikis.
·      kebebasan normatif, apabila bebas dari kewajiban dan larangan.


Akar kebebasan adalah ke­mampuan manusia untuk menentukan dirinya sendiri. Segi ini kita sebut kebebasan eksistensial. Kebebasan ini berakar dalam kebebasan rohani ma­nusia, yaitu dalam penguasaan manusia terhadap batinnva, terhadap fikir­an dan kehendaknya. Kebebasan eksistensial terungkap dan mencapai reali­tasnya yang sepenuhnva dalam tindakan yang berakar dalam kebebasan batin. Kemudian kebebasan jasmani, yaitu kemampuan manusia untuk menentukan gerakan tu­buhnya sebagai ungkapan kehendaknya yang bebas.

Tetapi kebebasan eksistensial ini hanya dapat bergerak sejauh manusia lain tidak menghalang-halanginva. Maka kebebasan manusia adalah sekali­gus kebebasan dari pembatasan oleh niat atau kehendak manusia lain. Se­suai dengan cara pembatasan itu, yaitu apakah kebebasan yang dibatasi adalah kebebasan jasmani, rohani atau kebebasan normatif, kita bedakan antara pembatasan yang bersifat paksaan (fisik), tekanan (psikis) dan pe­wajiban dan larangan. Sudut kebebasan ini kita rebut kebebasan sosial. 

1 komentar: